Senin, 02 September 2013

BAB II LANDASAN TEORI



A.    Kajian Teori
1.      Belajar dan Pembelajaran Matematika
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing)[1]. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami.
Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya[2]. Belajar juga dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman.
Jadi, belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang yang berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap. Sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuanasa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal[3].  Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.
Dalam pembelajaran tugas guru yang paling utama adalah mengondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik.Menurut Djahiri, dalam proses pembelajaran prinsip utamanya adalah proses keterlibatan seluruh atau sebagian besar potensi diri siswa (fisik dan non fisik) dan kebermaknaannya bagi diri dan kehidupannya saat ini dan di masa yang akan datang.
Pembelajaran perlu memperhatikan hal- hal sebagai berikut:
a)      Pembelajaran harus lebih menekankan pada praktik, baik di laboratorium maupun di masyarakat dan di dunia kerja (dunia usaha).
b)      Pembelajaran harus dapat menjalin hubungan sekolah dengan masyarakat.
c)      Perlu dikembangkan iklim pembelajaran yang demokratis dan terbuka melalui pembelajaran terpadu, partisipatif, dan sejenisnya.
d)     Pembelajaran perlu lebih ditekankan pada masalah- masalah aktual yang secara langsung berkaitan dengan kehidupan nyata yang ada di masyarakat.
e)      Perlu dikembangkan suatu model pembelajaran “moving class”, untuk setiap bidang studi, dan kelas merupakan laboratorium untuk masing- masing bidang studi sehingga dalam suatu kelas dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan sumber belajar yang diperlukan dalam pembelajaran[4]. 
Jadi, untuk mendapatkan hasil belajar yang baik, maka perlu diperhatikan beberapa hal di atas dalam pembelajaran. Pendidik harus mampu membimbing peserta didik sehingga dalam pembelajaran peserta didik dapat menguasai pelajarannya. Begitu juga dengan pembelajaran matematika.
Matematika adalah suatu bidang ilmu yang yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur- unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas[5]. Matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa simbol, numerik, bahasa yang majemuk dan emosional, tetapi ada juga yang menyatakan bahwa matematika juga dapat dikatakan sebagai ilmu sains. Karena matematika berkaitan dengan pengetahuan dan konsep abstrak yang diatur dengan urutan logis, maka diperlukan kemampuan untuk menyampaikan matematika dengan melihat kepada siapa matematika itu diberikan dan disesuaikan dengan tingkat kognitif peserta didik.
Dalam teori belajar Gagne dinyatakan bahwa :
“Dalam belajar matematika ada dua aspek yang dapat diperoleh siswa yaitu objek langsung dan objek tidak langsung. Objek langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep dan aturan”[6].

Dalam pembelajaran matematika, pengalaman belajar masa lampau memegang  peranan penting untuk memahami konsep-konsep. Oleh karena itu,peserta didik diharapkan belajar aktif dan tidak sekedar menerima apa saja yang diberikan oleh pendidik, peserta didik yang aktif akan melibatkan dirinya dalam menemukan prinsip dasar sehingga peserta didik lebih mengerti konsep dengan baik dan mengingat lebih lama serta dapat menggunakan konsep-konsep tersebut dalam kehidupannya sehari- hari.
Agar pembelajaran matematika terlaksana dengan baik, seorang pendidik harus bisa menerapkan model dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan materi yang disampaikan, sehingga menimbulkan motivasi dan semangat peserta didik untuk belajar matematika. Salah satunya adalah dengan menerapkan strategi pembelajaran aktif dengan model Scramble.
2.      Strategi Pembelajaran Aktif
Salah satu kegiatan selama proses pembelajaran adalah dengan meminta peserta didik untuk mengerjakan tugas- tugas tertentu, baik yang dikerjakan secara mandiri maupun berkelompok. Seringkali peserta didik diminta untuk membaca suatu topik guna menyusun suatu laporan singkat atau untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan dalam suatu tes.
Agar dapat melakukan hal di atas, diperlukan penerapan- penerapan strategi- strategi belajar belajar yang diterapkan mengacu pada perilaku dan proses- proses berfikir yang digunakan peserta didik untuk menyelesaikan tugas- tugasnya.
Secara umum strategi adalah suatu garis haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.[7] Jika dihubungkan dengan belajar mengajar strategi dapat diartikan sebagai pola- pola umum kegiatan pendidik dan peserta didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Dengan kata lain, strategi belajar adalah kiat atau cara untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Hal ini sejalan dengan pengertian strategi pembelajaran menurut para ahli yaitu:
a.       Kemp menyatakan bahwa strategi  pembelajaran adalah kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secera efektif dan efesian
b.      Dick dan carey menyebutkan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu set materi dan posedur pembelajaran yang digunakan secara bersama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa[8]
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan bagian yang sangat penting dan memberi pengaruh terhadap pembelajaran. Penggunaan strategi pembelajaran berguna untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran dan menimbulkan hasil belajar pada peserta didik.
Salah satu fungsi strategi adalah untuk mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran. Strategi yang dapat mengaktifkan peserta didik adalah strategi pembelajaran aktif. Menurut Melvin L. Silberman menyebutkan strategi belajar aktif (Active Learning) yaitu sebuah kesatuan sumber kumpulan strategi pembelajaran yang komprehensif, meliputi berbagai cara untuk membuat peserta didik menjadi aktif.[9]
Dalam belajar aktif peserta didik diajak untuk turut serta dalam pembelajaran, tidak hanya mental tetapi juga fisik. Jika peserta didik aktif maka peserta didik akan mendominasi proses pembelajaran. Peserta didik akan mengupayakan pemecahan masalah yang diberikan kepada mereka dalam pembelajaran aktif. Hal ini memberikan dampak kepada peserta didik, yaitu merasakan suasana yang lebih menyenangkan dan termotivasi untuk mengikuti pembelajaran sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan.
Ada tiga tujuan penting yang harus dicapai dalam pembelajaran aktif, yaitu sebagai berikut:
1)   Pembentukan tim: membantu siswa untuk lebih mengenal satu sama lain dan menciptakan semangat kerjasama dan interdependensi.
2)   Penilaian sederhana: pelajarilah sikap, pengetahuan dan pengalaman siswa.
3)   Keterlibatan belajar langsung: ciptakan minat awal terhadap pelajaran.[10]

Berdasarkan tiga tujuan di atas, bila dicapai akan membantu dalam menciptakan lingkungan belajar yang melibatkan peserta didik untuk ambil bagian dalam pembelajaran aktif. Jadi dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran aktif merupakan suatu siasat yang dilakukan oleh pendidik untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan peserta didik untuk mempelajari materi secara optimal.
3.      Strategi Pembelajaran Aktifdengan model Scramble

Salah satu strategi dalam pembelajaran aktif adalah model Scramble. Scramble merupakan model pembelajaran dengan membagikan lembar kerja yang diisi peserta didik. Strategi pembelajaran aktif Scramble merupakan strategi untuk memudahkan siswa dalam mencari jawaban.
Model Scramble ini dikembangkan untuk melatih peserta didik memiliki kemampuan dan keterampilan menjawab pertanyaan.[11]Pada dasarnya model Scramble  ini merupakan modifikasi dari metode tanya jawab yang merupakan kolaborasi dengan menggunakan lembar kerja yg jawabannya di acak susunannya.
Langkah-langkah model pembelajaran Scramble adalah sebagai berikut :
1.      Guru menyajikan materi sesuai topik
2.      Guru membagikan lembar kerja dengan jawaban yang di acak susunannya.




Setiap strategi pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan masig- masing. Berdasarkan pembahasan tentang strategi pembelajaran aktif dengan model Scramble di atas, maka kelebihan dan kekurangan dari model Scramble tersebut adalah sebagai berikut:


Kelebihan:
1)      Memudahkan peserta didik dalam mencari jawaban
2)      Dapat mendorong peserta didik untuk belajar mengerjakan soal tersebut.
Kekurangan:
1)      Peserta didik kurang berpikir kritis
2)      Peserta didik bisa saja mencontek jawaban teman lain.

4.      Pembelajaran konvensional
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia konvensional artinya berdasarkan kebiasaan atau tradisional. Jadi, pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh pendidik. Pada umumnya pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang lebih terpusat pada pendidik (teacher center). Akibatnya terjadi praktik belajar pembelajaran yang kurang optimal karena pendidik membuat peserta didik pasif dalam kegiatan belajar dan pembelajaran.
      Strategi yang sering dipakai dalam pembelajaran konvensional antara lain adalah ekspositori.[12]Strategi ekspositori sama seperti metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan pada pendidik sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Tetapi pada strategi ekspositori dominasi pendidik sudah mulai berkurang, karena tidak terus menerus berbicara. Ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal.
Peserta didik tidak hanya mendengar dan membuat catatan. Pendidik bersama peserta didik berlatih menyelesaikan soal latihan dan peserta didik bertanya kalau belum mengerti. Pendidik dapat memeriksa pekerjaan peserta didik secara individual, menjelaskan lagi kepada peserta didik secara individual atau klasikal. Peserta didik mengerjakan latihan sendiri atau dapat bertanya pada temannya atau disuruh pendidik mengerjakan di papan tulis. Walaupun dalam hal terpusatnya kegiatan pembelajaran masih kepada pendidik tetapi dominasi pendidik sudah mulai berkurang[13].
Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang dilakukan secara klasikal dengan strategi ekspositori dan pemberian tugas secara individu. Menurut Nasution ciri – ciri pembelajaran konvensional adalah :
1.   Tujuan tidak dirumuskan secara spesifik ke dalam kelakuan yang dapat diukur.
2.   Bahan pelajaran diberikan kepada kelompok atau kelas secara keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individu.
3.   Bahan pelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis dan media lain menurut pertimbangan guru.
4.   Berorientasi pada kegiatan guru dan mengutamakan kegiatan belajar.
5.   Siswa kebanyakan bersifat pasif mendengar uraian guru.
6.   Semua siswa harus belajar menurut kecepatan guru.
7.   Penguatan umumnya diberikan setelah dilakukan ujian.
8.   Keberhasilan belajar umumnya dinilai guru secara subjektif
9.   Pengajar umumnya sebagai penyebar atau penyalur informasi utama.
10.    Siswa biasanya mengikuti beberapa tes atau ulangan mengenai bahan yang dipelajari dan berdasarkan angka hasil tes atau ulangan itulah nilai rapor yang diisikan.[14]

            Kelemahan dari pembelajaran konvensional antara lain :
1.         Pelajaran berjalan membosankan, siswa hanya aktif membuat catatan saja
2.         Kepadatan konsep – konsep yang diajarkan dapat berakibat siswa tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan
3.         Pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah lebih cepat terlupakan
4.         Ceramah menyebabkan belajar siswa menjadi benar menghafal yang tidak menimbulkan pengertian.
Adapun kelebihan pembelajaran konvensional adalah guru dapat menguasai seluruh arah kelas dan organisasi kelas sederhana.[15]
Ciri- ciri pembelajaran konvensional di atas juga merupakan ciri- ciri dari pembelajaran dengan strategi ekspositori. Pada pembelajaran dengan strategi ekspositori, terdapat kelebihan dan kelemahan pelaksanaannya. Menurut Wina Sanjaya, keunggulan dan kelemahan pada strategi pembelajaran ekspositori adalah[16]:
Keunggulan:
a.    Dengan strategi pembelajaran ekspositori guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, ia dapat mengetahui sampai sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan.
b.    Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.
c.    Melalui strategi pembelajaran ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui penuturan (kuliah) tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi).
d.   Digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar

Kelemahan :
a.    Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik.
b.    Strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar.
c.    Karena strategi lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis.
d.   Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi, dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur (berkomunikasi), dan kemampuan mengelola kelas. Tanpa itu sudah dapat dipastikan proses pembelajaran tidak mungkin berhasil.
e.    Oleh karena gaya komunikasi strategi pembelajaran lebih banyak terjadi satu arah (one-way communication), maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan materi pembelajaran akan sangat terbatas pula. Di samping itu, komunikasi satu arah bisa mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru.


Jadi dapat dikatakan bahwa pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang terpusat pada guru. Artinya guru lebih aktif dari pada siswa.
Pelaksanaan pembelajaran konvensional yang dimaksud peneliti dalam penelitian ini adalah menggunakan strategi ekspositori. Pada pembelajaran konvensional ini peserta didik belum diberikan kesempatan untuk membangun pengetahuannya sendiri karena pembelajaran konvensional ini cendrung memfokuskan peserta didik kepada belajar mengajar, membuat latihan, mempersiapkan ujian harian maupun ujian semester.
5.      Komparasi Strategi Pembelajaran AktifGiving Question and Getting Answer dengan Pembelajaran Konvensional

Adapun perbandingan antara strategi pembelajaran aktifgiving question and getting answerdengan pembelajaran konvensional terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1. PerbandinganStrategi Pembelajaran Aktifdengan model Scramble dengan Pembelajaran Konvensional
No.
Strategipembelajaran aktif dengan model Scramble

Pembelajaran Konvensional
1.
Peserta didik terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran
Peserta didik secara pasif menerima informasi
2.
Peserta didik menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, berdiskusi, berfikir kritis.
Waktu belajar peserta didik sebagian besar digunakan untuk mengerjakan buku tugas, dan mengisi latihan yang membosankan
3.
Keberhasilan peserta didik dinilai secara objektif
Keberhasilan peserta didik dinilai secara subjektif

6.      Aktivitas Belajar
Prinsip belajar pada dasarnya adalah melakukan aktivitas. Sebagaimana yang dikemukakan Sardiman, A M bahwa setiap orang yang belajar harus aktif,tanpa adanya aktivitas maka proses belajar tidak mungkin terjadi.[17]
Berdasarkan pendapat tersebut, aktivitas merupakan hal yang penting dalam belajar matematika. Aktivitas belajar matematika yang dimaksud adalah aktivitas yang dilakukan siswa secara individu atau berkelompok untuk menyelesaikan permasalahan matematika atau untuk menemukan konsep dasar  matematika.
Indikator yang menyatakan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar menurut Paul B. Diedrich  adalah :
a.  Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
b. Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi
c.  Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
d. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
e.  Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
f.  Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak.
g. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.
h. Emotional activities, seperti misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup[18].
Semua kegiatan tersebut merupakan aktivitas peserta didik. Peserta didik diharapkan dapat berperan aktif dalam mencari sesuatu informasi guna memecahkan suatu permasalahan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif, dimana peserta didik dapat mengembangkan aktivitas dan kreativitas belajarnya secara optimal, sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Aktivitas peserta didik dalam kelas dapat dilihat dari partisipasi peserta didik terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Dalam proses belajar mengajar, aktivitas peserta didik terlahir karena adanya motivasi dan dorongan. Oleh sebab itu pendidik harus berupaya untuk membimbing peserta didik agar dapat beraktivitas secara maksimal.
Salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya aktivitas peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar adalah metode belajar yang digunakan oleh guru, yaitu:
1.      Metode mengajar yang mendasarkan diri pada latihan mekanis tidak didasarkan pada pengertian
2.      Metode mengajar yang menyebabkan murid pasif, sehingga aktivitas anak kurang.
3.      Guru hanya menggunakan satu metode saja dan tidak bervariasi.[19]
Oleh karena itu, pendidikharus kreatif dalam memilih suatu strategi atau model pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran dikelas agar keaktifan peserta didikmeningkatdalam belajar sehingga tercapai suatu tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun aktivitas psikis.[20] Aktivitas fisik adalah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, barmain ataupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan. Aktivitas psikis adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pengajaran.
Setelah disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif dengan strategi pembelajaran dengan model scrambleaktivitas yang akan diamati dalam penelitian iniadalah seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.2 Aktifitas yang akan diamati
No
Indikator aktifitas
Aktifitas yang diamati
1
Oral activities
Peserta didik bertanya kepada temannya atau pendidik dari pembahasan materi yang sedang dibahas
Peserta didik menjawab pertanyaan dari temannya atau pendidik
Peserta didik mengeluarkan pendapat saat berdiskusi kelompok
2
Mental activities
Peserta didik menanggapi sewaktu berdiskusi
Peserta didik memecahkan soal sewaktu berdiskusi

7.      Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan gambaran kemampuan siswa dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam suatu kompetensi dasar[21]. Hasil belajar juga merupakan suatu perubahan pada individu yang belajar, dengan kata lain bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti.
 Berdasarkan teori taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori atau ranah antara lain: ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.[22] Perinciannya adalah sebagai berikut :
1.      Ranah kognitif ( pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika matematika )
2.      Ranah afektif ( sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional )
3.      Ranah psikomotorik (keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan musical).
Hasil belajar yang baik dapat ditransferkan[23]. Transfer belajar terdapat bila sesuatu yang dipelajari dalam suatu bidang dapat digunakan di dalam bidang lain. Bila seseorang tidak dapat mentransfer apa yang ia pelajari, berarti ia gagal dalam transfernya. Sebaliknya bila ia dapat mentransfer apa yang ia pelajari, berarti pelajaran yang ia ikuti berhasil.
Belajar merupakan salah satu kegiatan bagi setiap orang, terutama peserta didik. Terjadinya perubahan tingkah laku dalam waktu relatif lama yang disertai dengan usaha seseorang sehingga dari tidak mampu mengerjakan menjadi mampu mengajarkan. Tanpa usaha walaupun terjadi perubahan tingkah laku, bukanlah belajar. Perubahan tingkah laku itu disebut hasil belajar[24]. Sedangkan suatu proses belajar ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan ini ditunjukkan dalam berbagai bentuk serta pengetahuan, kemampuan daya kreasi dan lain sebagainya, perubahan yang terjadi disebut hasil belajar[25].
Jadi, hasil belajar itu adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman belajarnya. Untuk mengetahui hasil belajar dapat dilakukan dengan kegiatan penilaian.

B.Kerangka Konseptual
Motivasi merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keefektifan pembelajaran. Namun banyak faktor yang menyebabkan kurangnya motivasi belajar peserta didik, diantaranya penggunaan metode yang kurang bervariasi sehingga kurang menunjang aktivitas dan kreativitas peserta didik dan menjadikan peserta didik pasif dalam belajar. Peserta didik akan belajar dengan baik apabila ada faktor pendorongnya.
Sementara model pembelajaran yang digunakan oleh pendidik selama ini tidak bervariasi. Ini menyebabkan pembelajaran terpusat pada pendidik (teacher centre) sehingga peserta didik jenuh dalam belajar dan bahkan peserta didik mempunyai keterbatasan dalam mengembangkan ide-idenya, kecendrungan yang terjadi adalah peserta didik menghafal materi pelajaran. Dengan demikian, hasil belajar matematika  peserta didik pun rendah. Oleh karena itu, pendidik dituntut memiliki kemampuan membangkitkan motivasi belajar peserta didik sehingga dapat membentuk kompetensi dan mencapai tujuan belajar. Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang banyak melibatkan peserta didik. Untuk itu diperlukan suatu strategi yang dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik.
Salah satu strategi pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik adalah strategi pembelajaran aktifdengan model Scramble.














Bagan 1 : Kerangka Konseptual
Proses Pembelajaran
Kelas Kontrol

Pembelajaran konvensional
Hasil Belajar
Hasil Belajar
Strategi pembelajaranaktifmodel Scramble
Kelas eksperimen
Dibandingkan
Aktivitas
Dideskripsikan
C. Hipotesis
     Hipotesis penelitian ini adalah: “Hasil belajar matematika peserta didiksetelah mengikutistrategi pembelajaran aktifmodel Scramble lebih baik daripada hasil belajar matematika peserta didikyang mengikuti pembelajaran konvensional di kelas VII MTsS Syech Ibrahim Harun Payakumbuh”.


[1] Oemar  Hamalik,Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara,1994)hal.1
[2] Slameto, Belajar dan Faktor- faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal.2
[3] Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer , (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2001), hal.8
[4] Kunandar,Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008), hal.288
[5] Hamzah B.Uno, Model Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal.129
[6] Erman Suherman, Strategi Pembelajaran…,hal. 35
[7]Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2005), hal. 11
[8] Wina Sanjaya, Strategi PembelajaranBerorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) , ha.l 126
[9] Hamdani, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung : Pustaka Setia, 2011), hal. 49
[10] Melvin L. Silberman, Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung: Nusamedia, 2010) h. 61
[11] Taufina Taufik, Mozaik Pembelajaran Inovatif (Padang:Sukabina Press,2011),hal.162
[12]Furahasekai,PembelajaranKonvensional.(online).Tersedia:http://furahasekai.wordpress.com/2011/09/06/pembelajaran-konvensional/, diakses 14 Februari 2013
[13] Erman Suherman, dkk,Strategi Pembelajaran…,  h. 171
[14]Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta:Bumi aksara, 2000), hal.209
[15]Suryosubroto,Proses Belajar Mengajar Disekolah,(Jakarta,Rineka Cipta,1996) hal166
[16]Wina Sanjaya,Kurikulum Pembelajaran,(Bandung, Kencana,2008), hal 34
[17] Sardiman A. M,Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1990), hal. 97
[18] Sardiman A. M,Interaksi dan…, hal.101
[19] Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal.89
[20] Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), hal.6
[21] Wina Sanjaya,Strategi Pembelajaran… ,  hal.27
[22] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), hal.22
[23] J. Mursell dan S. Nasution, Mengajar dengan Sukses, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal.28
[24] Herman Hudoyo, Belajar dan mengajar matematika,( Jakarta : Dirjen Dikti ), hal. 1
[25] Nana Sudjana, Cara Belajar  Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1989 ), hal. 28

Tidak ada komentar:

Posting Komentar